Partai Garuda menanggapi wacana penghapusan jabatan gubernur.
Wacana tersebut awalnya disuarakan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
“Alasannya adalah jabatan gubernur tidak efektif karena sudah ada Walikota maupun Bupati dalam suatu Provinsi, sehingga peran Gubernur tidak begitu signifikan. Apakah benar seperti itu?” tanya Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi dalam keterangan tertulis, Kamis (2/2/2023).
Teddy lalu mengibaratkan pemerintahan seperti sebuah perusahaan.
Dimana, Presiden merupakan Direktur Utama, Direktur adalah Menteri, Manager adalah Gubernur dan Bupati/Walikota adalah para kepala divisi.
“Jika peran manager dihapus, apa yang akan terjadi? Setiap divisi akan bentrok, karena tidak ada peran manager dalam memanage antar divisi,” ungkapnya.
Teddy mengatakan presiden melalui menteri tidak mungkin mengawasi seluruh bupati atau wali kota.
Sebab, tugas Presiden dan menteri tidak hanya itu dan akan timpang.
“Akan banyak tabrakan sana-sini, maka perlu adanya Gubernur yang memanage setiap Provinsi,” kata Teddy.
Teddy menuturkan aturan tersebut tidak hanya berlaku di negara atau perusahaan namun termasuk dalam organisasi semisal partai politik.
Teddy mengatakan tidak mungkin Ketua umum partai politik langsung mengawasi DPC-DPC diseluruh Indonesia karena menghapus seluruh DPW di seluruh Indonesia.
“Bisa berantakan. Jadi apakah Jabatan Gubernur masih diperlukan? Jawabannya adalah, tentu para para negarawan, para pimpinan dan para ahli tatanegara kita dahulu tidak membuat hal ini dengan dengan cara asal-asalan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengusulkan agar jabatan gubernur ditiadakan dan pilkada gubernur diakhiri.
Menurutnya, itu bagian dari efisiensi birokrasi.
“Pilkada momentumnya, mengakhiri pilkada untuk gubernur. Momentumnya mengakhiri pilkada untuk gubernur (maka) presiden keluarkan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang), DPR menyiapkan undang-undang,” kata Muhaimin kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bilang, anggaran gubernur besar tetapi fungsi gubernur tak lebih dari sekadar perpanjangan tangan pemerintah pusat.
“Di sisi yang lain, gubernur ngumpulin bupati sudah enggak didengar karena gubernur ngomong apa saja bahasanya sudah lebih baik dipanggil menteri,” kata pria yang juga sempat mengusulkan penundaan Pemilu 2024 itu.
Muhaimin menganggap ketidakefektifan ini membuat posisi gubernur sebaiknya tidak lebih dari administrator saja. Ia pun menilai pendapatnya ini revolusioner.
“Kalau sudah administrator, tidak usah dipilih langsung, kalau perlu tidak ada jabatan gubernur, hanya misalnya selevel dirjen atau direktur dari kementerian. Kemendagri, misalnya, (menugaskan) administrator NTB dari pejabat kementerian,” ungkap dia.